Latest News

Showing posts with label Energi - Biodiesel. Show all posts
Showing posts with label Energi - Biodiesel. Show all posts

Sunday, March 11, 2012

Pengen tahu apa itu Biodiesel?

Apa itu Biodiesel?
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Sumber Biodiesel
Terdapat berbagai macam minyak yang dapat diproduksi menjadi biodiesel, meliputi:
1. Bahan baku minyak nabati murni; biji kanola dan minyak kedelai yang paling banyak digunakan. Minyak kedelai paling banyak digunakan 90% sebagai stok bahan bakar di Amerika.
2. Minyak jelantah;
3. Lemak hewan termasuk produk turunan seperti asam lemak Omega-3 dari minyak ikan.
4. Algae juga dapat dipergunakan sabagai bahan baku biodiesel yang dapat dibiakkan dengan menggunakan bahan limbah seperti air selokan tanpa menggantikan lahan untuk tanaman pangan.
5. Lemak hewani sangat terbatas dalam persediaan dan tidak efisien meningkatkan kadar lemak dalam tubuh hewan. Walaupun demikian, produksi biodiesel dengan lemak hewani tidak dapat diacuhkan dan dapat dijadikan sebagai pengganti penggunaan petro-diesel dalam jumlah kecil. Hingga sekarang, investasi senilai 5 juta dollar sedang dibuat pabrik di Amerika, direncanakan akan memproduksi 11.4 juta liter biodiesel dari perkiraan 1 milyar kg lemak ayam setiap tahun dari peternakan ayam lokal.

Keuntungan penggunaan biodiesel:
1. Ramah lingkungan
2. Bahan baku yang terbaharui
3. Pembakaran sempurna (bebas sulfur dan rendah jumlah bilangan asap)
4. Mengurangi efek rumah kaca
5. Memiliki efek pelumasan terhadap mesin (Modular pelatihan Biodiesel, SBRC)

Pencampuran

Pencampuran biodiesel dengan hidrokarbon konvensional berbahan dasar dari diesel merupakan produk umum yang didistribusikan untuk penggunaan bahan bakar diesel di pasaran. Di dunia menggunakan sistem yang dikenal sebagai dengan faktor �B� untuk menyatakan jumlah bilangan pencampuran biodiesel dimana menggunakan campuran: jika di dalam campuran bahan bakar tersebut memiliki kandungan bahan bakar 20% biodiesel diberi label B20, sedangkan biodiesel murni dinyatakan dalam label B100. Campuran 20% biodiesel dengan 80% petro-diesel atau B20 secara umum dapat digunakan tanpa memodifikasi mesin kendaraan. Biodiesel murni dapat digunakan dengan mengunakan B100, akan tetapi membutuhkan modifikasi mesin untuk menghindari masalah dalam perawatan dan performa mesin kendaraan.

Biodiesel dapat melumasi mesin kendaraan dibandingkan dengan petrodiesel. Pada saat pembuatan biodiesel, unuk memenuhi emisi ambang batas mesin SO2 yang rendah sesuai dengan standar modern, hydro treatment sederhana perlu ditambahkan. Penambahan biodiesel dapat menekan frekuensi pemakaian peralatan dengan meningkatkan daya tahan peralatan injeksi bahan bakar yang mengandalkan pelumasan dari bahan bakar, seperti pompa injeksi tekanan, pompa injector dan injector bahan bakar.

Karakteristik

Kepadatan volumetrik energi biodiesel sekitar 33 MJ/L. Hal ini 9% lebih rendah dari petrodiesel pada regulasi No. 2. Kepadatan energi biodiesel sangat bervariasi cenderung terhadap bahan baku yang digunakan ketimbang dari proses produksi. Meskipun demikian, variasi jenis biodiesel lebih sedikit dibanding petrodiesel. Hal ini telah diklaim bahwa biodiesel memberikan pelumasan yang lebih baik dan memberikan pembakaran yang lebih sempurna sehingga dapat meningkatkan output energi mesin dan alternative pengganti petrodiesel.

Biodiesel merupakan cairan dengan jenis warna yang bervariasi antara kuning keemasan hingga cokelat gelap tergantung dari bahan baku yang digunakan. Biodiesel tidak dapat bercampur dengan air. Memiliki titik didih tinggi dan dan titik uap yang rendah. Titik pembakaran biodiesel (>130 �C, >266 �F) sangat signifikan lebih tinggi dari petrodiesel (64 �C, 147 �F) atau premium (-45 �C, -52 �F). Biodiesel memiliki kepadatan ~ 0.88 g/cm�, lebih rendah dari air.

Biodiesel memiliki viskositas yang mirip dengan petrodiesel. Biodiesel memiliki tingkat pelumasan lebih tinggi dan hampir tidak ada kandungan bilangan sulfur, dan seringkali digunakan sebagai aditif untuk bahan bakar diesel rendah sulfur (Ultra-Low Sulfur Diesel-ULSD).

Standard Teknis

Standard Eropa untuk biodiesel adalah nomor EN 14214, yang mana dapat diartikan ke dalam standard nasional masing-masing negara yang dibentuk oleh CEN area (Committee for European Standardization) sebagai contoh, untuk United Kingdom, BS EN 14214 dan untuk Jerman DIN EN 14214.

Terdapat spesifikasi standard lain. ASTM D6751 adalah referensi standard yang umum digunakan di United States dan Kanada.
Selain itu, terdapat juga penamaan DIN standard untuk 3 jenis biodiesel, yang mana dibuat sesuai dengan jenis sumber bahan baku:
RME (rapeseed methyl ester, sesuai dengan DIN E 51606)
PME (vegetable methyl ester, minyak sayur murni, sesuai dengan DIN E 51606)
FME (fat methyl ester, produk minyak sayur dan lemak, sesuai dengan DIN V 51606)

Faktor dibawah ini merupakan hal terpenting dalam proses produksi untuk menjamin standardisasi, yakni:
Nilai bilangan asam.
1. Reaksi sempurna.
2. Tidak mengandung gliserin.
3. Tidak mengandung katalis.
4. Tidak mengandung alkohol.
5. Tidak mengandung asam lemak bebas.
6. Kandungan sulfur yang rendah.
7. Titik pengisian filter saat dingin.
8. Titik pengkabutan.

Variable di atas untuk memverifikasi uji minimum untuk skala industri dalam menentukan produk biodiesel tersebut sesuai dengan standard termasuk uji gas kromatografi. Bahan bakar juga harus memenuhi kualitas standar non-toksik, dengan tingkat toksisitas (LD50) lebih tinggi dari 50 mL/kg.

Penggumpalan Titik pengkabutan dinyatakan pada temperatur pada saat biodiesel murni (B100) mulai menjadi gel. Banyak faktor yang menyebabkan penggumpalan dan tergantung saat pencampuran esterifkasi dan juga bahan baku minyak yang digunakan untuk memproduksi biodiesel. Misalnya, biodiesel yang diproduksi dari asam erusat rendah dari berbagai macam biji kanola (RME) mulai membentuk gel/menggumpal pada suhu sekitar -10 �C (14 �F).

Biodiesel yang berasal dari lemak hewan mulai menggumpal sekitar +16�C (61 �F). Sebuah studi yang dilakukan oleh Assiniboine Community College di Manitoba Kanada mengatur dalam produksi B100 dimana cairan biodiesel jernih akan mengalir pada suhu -38� digunakan sebagai aditif secara komersial, dengan nama dagang Wintron XC30, dengan menambahkan saat penyaringan dalam temperatur rendah. Pencampuran yang tepat tergantung lingkungan setempat. Menurut �National Biodiesel Board (NBB)�, B20 (20% biodiesel, 80% petrodiesel) tidak memerlukan penambahan perlakuan khusus lainnya.

Penggunaan biodiesel murni dengan tanpa kemungkinan terjadinya penggumpalan pada saat temperatur rendah, beberapa orang memodifikasi kendaraannya dengan tangki bahan bakar tambahan yang dikhususkan untuk biodiesel atau dengan kata lain kendaraan tersebut memiliki 2 tangki bahan bakar. Tangki khusus biodiesel diinsulasi dan koil pemanas menggunakan pendingin mesin yang mengalir melalui tangki. Ketika sensor temperatur mengindikasikan bahwa bahan bakar sudah cukup hangat, pengendara merubah posisi katup dari tangki petrodiesel ke tangki biodiesel. Metode inipun dapat digunakan pada bahan baku minyak nabati lainnya.

Terkontaminasi dengan air

Biodiesel dimungkinkan dapat mengandung sedikit air. Meskipun biodiesel ini bersifat hidrofob (tidak bercampur dengan air), biodiesel juga dapat bersifat higroskopik saat titik kelembapan atmosfir jenuh; salah satu alasan biodiesel dapat menyerap air adalah ikatan mono dan digliserida menunda reaksi tak sempurna. Molekul ini dapat bertindak sebagai pengemulsi, menjadikan air bercampur dengan biodiesel. Sebagai tambahan, air dapat menjadi residu pada tahap prosesing atau hasil akhir yang terkondensasi ditangki penyimpanan.

Keberadaan air dapat menjadi masalah utama dikarenakan:
* Air dapat mengurangi pemasan saat pembakaran dari tempat bahan bakar. Yang berakibat mesin sulit dinyalakan, berasap serta kurang bertenaga.
* Air dapat menyebabkan korosi pada sistem komponen vital bahan bakar seperti: pompa bahan bakar, pompa injektor,dll.
* Air & mikroba menyebabkan elemen penyaring kertas di sistem gagal (membusuk) yang mana mengakibatkan kerusakan pada pompa saat proses penguraian partikel besar.
* Air dingin dapat membentuk kristal es mendekati 0 �C (32 �F). Kristal ini dapat menjadi area penyatuan dan penggumpalan pada residu bahan bakar.
* Air mempercepat pertumbuhan koloni mikroba, dimana dapat menyumbat sistem bahan bakar.
* Air dapat melubangi piston di mesin diesel.

Sebelumnya kontaminasi sejumlah air pada biodiesel sulit diukur dengan mengunakan sampel ketika air dan minyak terpisah. Meskipun demikian, sangat memungkinkan mengukur kadar air dengan menggunakan sensor air dalam minyak.

Latar Belakang Sejarah

Transesterifikasi minyak sayur dilakukan pada awal 1853 oleh ilmuwan E. Duffy and J. Patrick, pada tahun sebelumnya mesin diesel ditemukan. Adalah masin milik Rudolf Diesel's yang dijadikan model utama, sebuah mesin berukuran 10 ft (3 m) silinder besi dengan roda gaya pada bagian dasar, melaju pada saat pengoperasian pertama di Augsburg, Germany, 10 Agustus 1892. Untuk mengenang hal ini, 10 Agustus dideklarasikan sebagai Hari Biodiesel Internasional.

Rudolf Diesel mendemonstrasikan sebuah mesin diesel yang berjalan dengan bahan bakar minyak kacang tanah (atas permintaan pemerintah Perancis) dibangun oleh French Otto Company pada saat pameran dunia di Paris, Perancis pada tahun 1900. Mesin ini mendapatkan harga tertinggi.

Mesin ini dijadikan prototipe Diesel's vision karena menggunakan tenaga minyak kacang tanah. Sebuah bahan bakar yang bukan termasuk biodiesel, karena tidak diproses secara transesterifikasi. Dia percaya bahwa penggunaan bahan bakar dengan biomassa merupakan mesin masa depan. Pada tahun 1912 pidato Diesel mengatakan, "penggunaan minyak nabati untuk bahan bakar mesin terlihat tidak menarik pada saat ini, akan tetapi menjadi hal yang sangat penting setara dengan petroleum dan produk batubara di masa depan."

Pada tahun 1920an, perusahaan mesin diesel mengutamakan pembuatan mesin* dengan petrodiesel sebagai bahan bakar utama yang memiliki viskositas rendah (berbahan bakar fosil), dibandingkan mesin untuk bahan bakar nabati. Industri petroleum dapat menentukan harga dipasar bahan bakar karena bahan bakar fosil lebih murah dari bahan bakar alternatif. Pada akhirnyanya, persaingan ini hampir menyebabkan infrastruktur produksi bahan bakar nabati hancur. Namun akhir akhir ini, karena terkait dampak lingkungan serta menurunnya harga bahan bakar nabati, bahan bakar nabati semakin diminati.

Disamping itu, ketertarikan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar dalam pembakaran internal mesin dilaporkan oleh beberapa Negara pada tahun 1920an dan 1930an serta pada akhir perang dunia ke-II. Belgia, Perancis, Itali, Inggris, Portugal, Jerman, Brazil, Argentina, Jepang dan Cina telah melaporkan pengujian serta penggunaan minyak nabati sebagai bahan bahan bakar diesel pada masa ini. Beberapa masalah terjadi karena tingkat viskositas minyak nabati yang tinggi dibandingkan dengan petroleum, yang mana menghasilkan kekurangan dalam atomisasi bahan bakar saat penyemprotan bahan bakar serta sering meninggalkan kerak pada injektor, ruang pembakaran dan katup. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pemanasan minyak nabati, pencampuran dengan petroleum, pirolisis serta pemecahan minyak.

Pada tanggal 31 Agustus 1937, G. Chavanne di University Brussels (Belgia) meluluskan paten untuk "Prosedur transformasi minyak nabati yang digunakan sebagai bahan bakar" Belgia Patent 422,877. Hak paten ini menggambarkan alkoholisis (sering mengacu pada transesterifikasi) pada minyak nabati dengan menggunakan metanol dan etanol untuk memisahkan asam lemak dari gliserol dengan cara mengganti gliserol menjadi rantai pendek alkohol. Hal ini dikenal sebagai biodiesel.

Tahun 1977, ilmuwan Brazil Expedito Parente memproduksi biodiesel menggunakan transesterifikasi dengan etanol, dan diberi paten untuk proses yang sama. Proses ini diklasifikasikan sebagai biodiesel dengan aturan international, hasil perundingan "standardisasi identitas dan qualitas�. Tidak ada yang mengusulkan biofuel yang disahkan untuk industri motor. Saat ini, Perusahaan Parente's Tecbio yang bekerja sama dengan Boeing and NASA memberikan sertifikasi untuk biokerosene, produk lain serta dipatenkan oleh ilmuwan Brazil.

Penelitian menggunakan transesterifikasi minyak bunga matahari dan penyulingan menjadi standard bahan bakar diesel, dilakukan di Afrika selatan pada tahun 1979. Tahun 1983, proses untuk memproduksi bahan bakar berkualitas, uji coba mesin untuk biodiesel telah rampung dan dipublikasikan kepada dunia international. Perusahaan Austria, Gaskoks, memperoleh teknologi dari insinyur pertanian Africa selatan; perusahaan tersebut untuk pertama kalinya menjadi pabrik percontohan pada November 1987, dan berproduksi dalam skala industry pada April 1989 (dengan kapasitas 30,000 ton kanola per tahun).

Sepanjang tahun 1990an, pabrik didirikan diberbagai negara Eropa termasuk Republic Ceko, Jerman dan Swedia. Perancis meluncurkan produksi lokal bahan bakar biodiesel dari minyak kanola (mengacu pada produk diester), dimana mencampurkan petrodiesel sebanyak 5%, dan digunakan pada perusahaan penerbangan sebanyak 30% (untuk penerbangan publik). Renault, Peugeot dan perusahaan lain mensertifikasi mesin truk untuk digunakan dari pencampuran bahan bakar biodiesel; uji coba dilakukan dengan 50% biodiesel dapat berjalan mulus. Pada periode yang sama, produksi biodiesel mulai meningkat starting up di tahun 1998, �The Austrian Biofuels Institute� telah mengidentifikasikan 21 negara dengan proyek biodiesel komersial. 100% Biodiesel sudah tersedia di stasiun pengisian bahan bakar di Eropa.

Pada September 2005, Minnesota menjadi negara bagian pertama di Amerika yang dimandatkan bahwa semua bahan bakar diesel dijual dengan campuran biodiesel minimal kandungan 2% biodiesel.

Sumber : http://boranan.blogspot.com/2011/12/pengen-tahu-apa-itu-biodiesel-rugi-gak.html

Monday, February 20, 2012

Potensi Pengembangan Biodiesel di Indonesia

Hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi. Data yang didapat dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa dengan persediaan minyak mentah di Indonesia, yaitu sekitar 9 milyar barrel, dan dengan laju produksi rata-rata 500 juta barrel per tahun, persediaan tersebut akan habis dalam 18 tahun. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan memenuhi persyaratan lingkungan global, satu-satunya cara adalah dengan pengembangan bahan bakar alternatif ramah lingkungan.

Pemilihan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif berbasis pada ketersediaan bahan baku. Minyak rapeseed adalah bahan baku untuk biodiesel di Jerman dan kedelai di Amerika. Sedangkan bahan baku yang digunakan di Indonesia adalah crude palm oil (CPO). Selain itu, masih ada potensi besar yang ditunjukan oleh minyak jarak pagar (Jathropa Curcas) dan lebih dari 40 alternatif bahan baku lainnya di Indonesia.

Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia dengan produksi CPO sebesar 8 juta ton pada tahun 2002 dan akan menjadi penghasil CPO terbesar di dunia pada tahun 2012. Dengan mempertimbangkan aspek kelimpahan bahan baku, teknologi pembuatan, dan independensi Indonesia terhadap energi diesel, maka selayaknya potensi pengembangan biodiesel merupakan potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu alternatif yang dapat dengan cepat diimplementasikan.

Walaupun pemerintah Indonesia menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap pengembangan biodiesel, pemerintah tetap bergerak pelan dan juga berhati-hati dalam mengimplementasikan hukum pendukung bagi produksi biodiesel. Pemerintah memberikan subsidi bagi biodiesel, bio-premium, dan bio-pertamax dengan level yang sama dengan bahan bakar fosil, padahal biaya produksi biodiesel melebihi biaya produksi bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan Pertamina harus menutup sendiri sisa biaya yang dibutuhkan.

Sampai saat ini, payung hukum yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk industri biofuel, dalam bentuk Keputusan Presiden ataupun Peraturan Perundang-undangan lainny, adalah sebagai berikuti:

1. Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional
2. Instruksi Presiden No. 1/2006 tentang Pengadaaan dan Penggunaan Biofuel sebagai Energi Alternatif
3. Dekrit Presiden No. 10/2006 tentang Pembentukan team nasional untuk Pengembangan Biofuel

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional menyebutkan pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan akan dilaksakan selama 25 tahun, dimulai dengan persiapan pada tahun 2004 dan eksekusi sejak tahun 2005. Periode 25 tahun tersebut dibagi dalam tiga fasa pengembangan biodiesel. Pada fasa pertama, yaitu tahun 2005-2010, pemanfaatan biodiesel minimum sebesar 2% atau sama dengan 720.000 kilo liter untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak nasional dengan produk-produk yang berasal dari minyak castor dan kelapa sawit.

Fasa kedua (2011-2015) merupakan kelanjutan dari fasa pertama akan tetapi telah digunakan tumbuhan lain sebagai bahan mentah. Pabrik-pabrik yang dibangun mulai berskala komersial dengan kapasitas sebesar 30.000 � 100.000 ton per tahun. Produksi tersebut mampu memenuhi 3% dari konsumsi diesel atau ekivalen dengan 1,5 juta kilo liter. Pada fasa ketiga (2016 � 2025), teknologi yang ada diharapkan telah mencapai level �high performance� dimana produk yang dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi dan casting point yang rendah. Hasil yang dicapai diharapkan dapat memenuhi 5% dari konsumsi nasional atau ekivalen dengan 4,7 juta kilo liter. Selain itu juga terdapat Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Hal-hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati. (Rahayu, 2006)

Hingga Mei 2007, Indonesia telah memiliki empat industri besar yang memproduksi biodiesel dengan total kapasitas 620.000 ton per hari. Industri-industri tersebut adalah PT Eterindo Wahanatama (120.000 ton/tahun � umpan beragam), PT Sumi Asih (100.000 ton/tahun � dengan RBD Stearin sebagai bahan mentah), PT Indo BBN (50.000 ton/tahun � umpan beragam), Wilmar Bioenergy (350.000 ton/tahun dengan CPO sebagai bahan mentah), PT Bakrie Rekin Bioenergy (150.000 ton/tahun) dan PT Musim Mas (100.000 ton/tahun). Selain itu juga terdapat industri-industri biodiesel kecil dan menengah dengan total kapasitas sekitar 30.000 ton per tahun, seperti PT Ganesha Energy, PT Energi Alternatif Indonesia, dan beberapa BUMN.

Peluang untuk mengembangkan potensi pengembangan biodiesel di Indonesia cukup besar, mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40 % penggunaan BBM untuk transportasi. Sedang penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Bukan hanya karena peluangnya untuk menggantikan solar, peluang besar biodiesel juga disebabkan kondisi alam Indonesia. Indonesia memiliki beranekaragam tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan bakar biodiesel seperti kelapa sawit dan jarak pagar. Pada saat ini, biodiesel (B-5) sudah dipasarkan di 201 pom bensin di Jakarta dan 12 pom bensin di Surabaya.

Sumber:
APEC Biofuels � http://www.biofuels.apec.org/
Biofuel Indonesia � http://www.biofuelindonesia.com/
Biodiesel AUSTINDO � http://bahasa.biodieselindonesia.com/indexx.php
Syamtori, Stanley. Biodiesel di Indonesia � http://dest-online.com/blog_stanley/2008/03/02/biodiesel-di-indonesia/
http://majarimagazine.com/2009/06/potensi-pengembangan-biodiesel-di-indonesia/

Friday, February 17, 2012

Biodiesel dari Limbah 1

Rekan-rekan kompasianer yang berlangganan SPBU Pertamina, pasti pernah memperhatikan bahan bakar yang ditawarkan bukan solar atau pertamax. Sebagian SPBU sudah beralih pada biodiesel atau biopertamax. Secara harfiah, biodiesel dikatakan substitusi dari bahan bakar (BB) jenis solar. Perbedaannya di sumber bahan bakunya ces.

Umumnya BB mesin diesel (solar) ini berbasis fosil, digolongkan sebagai sumber yang tak terbaharui (akan habis). Tetapi karena cadangan minyak bumi di Indonesia semakin tipis dan ditambah lagi konsumsi minyak bumi semakin meningkat, mau tidak mau, dibutuhkan sumber alternatif. Hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi. Data yang didapat dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa dengan persediaan minyak mentah di Indonesia, yaitu sekitar 9 milyar barrel, dan dengan laju produksi rata-rata 500 juta barrel per tahun, persediaan tersebut akan habis dalam 18 tahun (dikutip dari www.majarimagazine.com).

Akhirnya muncullah biodiesel ramah lingkungan yang dapat dihasilkan dari bahan baku terbaharui (tidak akan habis), misalnya minyak kelapa sawit, minyak jarak, minyak kacang kedelai, minyak jelantah, dan bahkan dari minyak hewan. Mengeksploitasi hewan untuk mendapatkan minyak tentu tidak disarankan. Mengalihfungsikan hasil pertanian termasuk bijak, kekurangannya karena fungsi awalnya digunakan sebagai bahan pangan. Yang paling layak untuk direkomendasikan adalah biodiesel yang berbahan baku minyak jelantah. Alasannya, harga bahan baku pasti lebih murah dan sekaligus ditemukan juga sistem penanganan limbah industri rumah tangga yang selama ini langsung dibuang ke lingkungan dan berujung pencemaran.

Anthony satrio, peneliti dari Universitas Indonesia mengatakan terdapat dua rute dalam hal proses produksi biodiesel, yaitu rute alkohol (konvensional) dan rute non alkohol (baru).

Saat ini produksi biodiesel skala komersil/industri dilakukan melalui rute alkohol, melalui reaksi transesterifikasi senyawa trigliserida yang ada dalam minyak nabati dengan methanol menggunakan katalis alkali. Tetapi terdapat kelemahan penggunaan katalis ini, yaitu tercampur homogen dengan produk sehingga membutuhkan biaya tambahan untuk separasi katalis dari produk dan juga relatif sulit dilakukan. Selain itu, adanya gugus alkohol dalam reaksi memicu terjadinya reaksi saponifikasi (penyabunan) yang akhirnya menurunkan yield produk dan semakin membebani purifikasi produk.

Dr. Heri Hermansyah, Dosen sekaligus peneliti asal Universitas Indonesia, terinspirasi oleh kelemahan-kelemahan rute alkohol di atas. Dia berpendapat kelemahannya dapat dihilangkan pada rute non-alkohol, dan telah dibuktikan melalui riset-riset yang beliau pimpin. Pembuatan biodiesel rute non-alkohol dengan bahan baku minyak jelantah itu dilakukan dengan reaksi interesterifikasi antara trigliserida dengan metil asetat menggunakan biokatalis (enzim terimmobilisasi). Reaksi itu bertujuan mengubah senyawa trigliserida dalam minyak goreng bekas menjadi biodiesel sebagai produk utama dan triasetilgliserol sebagai produk sampingnya.

Metil asetat digunakan untuk mensuplai gugus alkil, sehingga reaksi saponifikasi bisa dihindari dan senyawa ini mampu menjaga stabilitas dari biokatalis selama proses reaksi berlangsung. Biokatalis diimobilisasi sehingga tidak tercampur homogen dengan produk biodiesel. Nilai tambah lainnya didapatkan dari triasetilgliserol yang memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan gliserol yang merupakan produk samping rute alkohol.

Saya sependapat dengan Dr. Heri yang menyatakan biodiesel rute non-alkohol dari minyak goreng bekas dapat menyiasati semakin menipisnya ketersediaan bahan bakar mesin diesel berbasis minyak bumi. Harapan saya, rekan-rekan kompasianer ikut berkontribusi untuk menghemat cadangan minyak bumi kita yang semakin habis dengan mulai beralih pada biodiesel.

Teknik baru ini cocok diaplikasikan untuk reaktor kontinyu karena katalis bisa digunakan berkali-kali tanpa harus ada pemurnian kembali produk untuk mendapatkan katalis. Reaktor yang sudah diterapkan adalah jenis packed bed reactor (lebih lanjut di part. 2 ces..).

Sumber : http://green.kompasiana.com/polusi/2011/02/22/biodiesel-dari-limbah-1/