Indonesia memiliki luas wilayah kelautan sebesar tiga kali lipat daripada luas daratannya. Dengan kondisi seperti ini, pembangkit listrik tenaga arus laut dapat menjadi alternatif untuk menghasilkan listrik dengan teknologi yang bersih di Indonesia. Di masa depan, seluruh negara di dunia dipaksa untuk berpikir mengembangkan pembangkit listrik energi alternatif seperti ini karena cadangan sumber energi yang berasal dari fosil akan semakin menipis.
Pembangkit listrik tenaga laut memiliki ketersediaan energi yang relatif stabil dan dapat diprediksi karakteristiknya dibandingkan dengan pembangkit listrik energi terbarukan lainnya yang ketersediaan energinya masih bergantung cuaca. Selain itu, kapasitas energi tenaga laut jauh lebih besar dibandingkan dengan energi yang bersumber dari tenaga angin karena air mempunyai berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan udara. Kapasitas energi yang dihasilkan arus laut sebesar 12 mph (milesperhour ; 1 mph = 0.44704 m/s) sebanding dengan massa udara atau angin yang bergerak dengan kecepatan sebesar 110 mph.
Potensi Energi Arus Laut di Perairan Indonesia
Kecepatan arus pasang-surut di pantai-pantai perairan Indonesia umumnya kurang dari 1,5 m/detik, sedangkan di selat-selat diantara pulau-pulau Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara Timur, kecepatannya bisa mencapai 2,5 - 3,4 m/detik. Arus pasang-surut terkuat yang tercatat di Indonesia adalah di Selat antara Pulau Taliabu dan Pulau Mangole di Kepulauan Sula, Propinsi Maluku Utara, dengan kecepatan 5,0 m/detik.
Konversi Energi Arus Laut Menjadi Listrik
Pada dasarnya, arus laut merupakan gerakan horizontal massa air laut, sehingga arus laut memiliki energi kinetik yang dapat digunakan sebagai tenaga penggerak rotor atau turbin pembangkit listrik.
Pengembangan teknologi ekstraksi energi arus laut ini dilakukan dengan mengadopsi prinsip teknologi energi angin yang telah lebih dulu berkembang, yaitu dengan mengubah energi kinetik arus laut menjadi energi rotasi dan energi listrik.
Permasalahan Perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut di Indonesia
Permasalahan dari perkembangan pembangkit listrik tenaga arus laut hampir sama dengan permasalahan pembangkit listrik energi terbarukan lainnya. Dibandingkan dengan negara lain, kita memiliki potensi energi yang besar dari arus laut yang bisa kita manfaatkan. Teknologi pembangkit listrik arus laut juga bukanlah teknologi yang baru untuk orang Indonesia dan beberapa industri lokal yang bergerak di bidang energi telah mampu dengan baik memproduksi turbin dan generatornya. Permasalahan utama dalam membangun pembangkit listrik jenis ini adalah bahan baku yang sebagian besar harus didatangkan dari luar. Sehingga memerlukan biaya investasi yang lebih besar dalam membangunnya.
Sebagai contoh, komponen elektronika daya yang merupakan kunci dari pemanfaatan teknologi energi terbarukan, semuanya harus didatangkan dari luar negri. Apabila Indonesia ingin mengembangkan pembangkit listrik energi terbarukan sebaiknya pemerintah terlebih dahulu berusaha untuk mengembangkan industri elektronika daya beserta sumber daya manusiannya.
Permasalahan lainnya adalah kurangnya dukungan kelembagaan, dukungan fiskal dan moneter serta dukungan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga pengusaha belum dapat berpacu memanfaatkan peluang sosial, ekonomi, dan politik secara nasional dan regional yang ada dalam penerapan energi alternatif arus laut ini.
Dilihat dari sisi regulasi, pengembangan energi laut sebenarnya telah tersedia dalam UU No. 30/2007 tentang Energi maupun UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Namun kenyataanya, peta jalan pengembangan energi laut dan Rencana Umum Kelistrikan Nasional belum mengakomodasi pemanfaatan energi laut.
Road Map Teknologi Pembangkit Listrik Arus Laut Indonesia
Prototipe turbin pertama telah dibangun secara kemitraan bersama Kelompok Teknik T-Files ITB dan PT Dirgantara Indonesia, dengan mengadopsi dan memodifikasi model turbin Gorlov skala kecil (0,8 kW/cel). Perangkat pembangkit listrik ini selanjutnya telah diuji-coba di kolam uji PPPGL Cirebon dan tahun 2008, dilanjutkan dengan uji lapangan tahun 2009 di Selat Nusa Penida sehingga telah berhasil memperoleh �proven design�.
Prototype dalam skala besar (> 80 kW) direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2012-2014 oleh institusi terkait lainnya yang berkewenangan (Ditjen Energi Baru Terbarukan, Puslitbangtek Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan, dsb.) untuk mengembangkan dan meningkatkan status skala prototipe menjadi skala pilot dan skala komersial.
Kesimpulan
Indonesia memiliki potensi energi arus laut yang sangat besar. Di masa depan, agar teknologi ini dapat kita kuasai, pemerintah Indonesia harus mempersiapkan diri agar kelak pasar pembangkit energi listrik di Indonesia tidak dikuasai oleh perusahaan asing. Persiapan ini harus mencakup persiapan sumber daya manusia, industri, dan peraturannya. Hambatan fiskal, moneter, subsidi, dan permasalahan perundang-undangan harus segera dapat diatasi.
Referensi :
1. Greenmining.or.id
2. Blog Konversi ITB, Pembangkit Listrik Energi Terbarukan
http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2011/07/20/pembangkit-listrik-tenaga-arus-laut/
Showing posts with label Energi - Arus laut. Show all posts
Showing posts with label Energi - Arus laut. Show all posts
Saturday, September 3, 2011
Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut
Monday, August 8, 2011
Potensi Listrik di Bawah Laut NTT-NTB Menjanjikan
Wilayah perairan Indonesia, terutama selat-selat yang menghadap Lautan Hindia dan Samudera Pasifik ternyata memiliki arus laut yang kuat sehingga menyimpan potensi yang bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk membangkitkan energi listrik dari sumber energi yang terbarukan.
�Di wilayah NTB dan NTT misalnya, berdasarkan hasil riset yang dikembangkan BPPT dari 10 Selat yang ada di wilayah perairan NTB dan NTT diperkirakan bisa dihasilkan energi listrik hingga 3000 MW,� kata Dr. Erwandi dari UPT Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika BPPT pada Seminar Potensi Energi Listrik dari Arus Laut di wilayah NTT dan NTB, di Kantor Puslitbang PLN, Selasa (26/4).
Menurut Erwandi, penyebab terjadinya arus laut bisa karena adanya pasang surut yang diakibatklan oleh interaksi bumi, bulan, dan matahari. Selain itu bisa juga disebabkan oleh Arus Geostropik karena gaya Coriolis akibat rotasi bumi serta perbedaan salinity, suhu, dan density.
Di Indonesia, terjadinya arus laut lebih dominan diakibatkan oleh pasang surut. Aliran arus laut (karena pasang surut) atau arus sungai menyimpan energi hidro-kinetik yang dapat dikonversi menjadi daya listrik. Besarnya daya listrik bergantung pada densitas fluida, penampang aliran, dan kecepatan alirannya.
Sepuluh Selat di wilayah perairan NTB dan NTT yang diperkirakan memiliki arus laut cukup kuat adalah Selat Alas, Selat Sape, Selat Linta, Selat Molo, Selat Flores, Selat Boleng, Selat Lamakera, Selat Pantar dan Selat Alor. Bila dari 1 Selat tadi dapat dipanen energi sebesar 300 MW dengan dengan asumsi jumlah turbin 100 buah masing-masing sebesar 3 MW (turbine farm), maka bisa dihasilkan energi listrik hingga 3000 MW.
Padahal di Indonesia masih cukup banyak Selat yang belum dapat terdeteksi potensin arus lautya, demikian juga dengan sungai yang sangat potensial untuk instalasi turbin arus laut. �Dalam hitungan di atas kertas diduga poetnsi arus laut di wilayah perairan Indonesia menyimpan potensi energi listrik hingga 6000 MW�, kata Erwandi menambahkan.
Untuk itu, BPPT telah mencoba untuk terus melakukan pemetaan secara digital potensi energi arus laut di Indonesia. Pemetaan secara digital ini bertujuan untuk memberikan prediksi awal daerah-daerah yang potensial energi arus lautnya sebelum dilakukan pengukuran secara langsung. Secara teknologi, pihak BPPT telah melakukan ujicoba prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) pada tahun 2009 sebesar 2 kW dan tahun 2011 sebesar 10 kW di Selat Flores NTT.
Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional Dr. Muchtasor, menyatakan bahwa dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) ditargetkan pada tahun 2050 nanti, energi yang di hasilkan dari lautan bisa mencapai 6000 MW. Untuk mewujudkan rencana ini, dibutuhkan adanya sinergi dari berbagai pihak. kegiatan pemetaan potensi, pemilihan teknologi, hingga komersialisasi dan regulasi baik itu pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha dan badan-badan riset yang ada.
Kelistrikan di NTB dan NTB, selama ini lebih banyak dipasok dari sejumlah PLTD sehingga secara ekonomis PLTAL punya nilai tambah untuk menurunkan ongkos produksi listrik di wilayah NTT dan NTB. Disamping nilai ekonomisnya, pengembangan pembangkit dari energi terbarukan akan menjaga kualitas lingkungan. Meski demikian, pengembangan PLTAL di masa depan masih menyimpan beberapa kendala. Diantaranya, nilai investasi yang lebih tinggi dibandingkan pembangkit konvensional serta pemilihan dan pengembangan teknologinya.
Berdasarkan hasil riset yang dikembangkan selama ini, skala PLTAL terbesar adalah prototype 1,2 MW sedangkan skala yang lebih besar diperkirakan baru beroperasi dalam 5 tahun kedepan sehingga tingkat kehandalan pembangkit ini belum memiliki rekam jejak yang cukup.(egenius soda)
Sumber : http://www.floresnews.com/fn1/index.php?view=article&catid=88%3Aekonomi&id=3135%3Apotensi-listrik-di-bawah-laut-ntt-ntb-menjanjikan&tmpl=component&print=1&page=&option=com_content&Itemid=409
�Di wilayah NTB dan NTT misalnya, berdasarkan hasil riset yang dikembangkan BPPT dari 10 Selat yang ada di wilayah perairan NTB dan NTT diperkirakan bisa dihasilkan energi listrik hingga 3000 MW,� kata Dr. Erwandi dari UPT Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika BPPT pada Seminar Potensi Energi Listrik dari Arus Laut di wilayah NTT dan NTB, di Kantor Puslitbang PLN, Selasa (26/4).
Menurut Erwandi, penyebab terjadinya arus laut bisa karena adanya pasang surut yang diakibatklan oleh interaksi bumi, bulan, dan matahari. Selain itu bisa juga disebabkan oleh Arus Geostropik karena gaya Coriolis akibat rotasi bumi serta perbedaan salinity, suhu, dan density.
Di Indonesia, terjadinya arus laut lebih dominan diakibatkan oleh pasang surut. Aliran arus laut (karena pasang surut) atau arus sungai menyimpan energi hidro-kinetik yang dapat dikonversi menjadi daya listrik. Besarnya daya listrik bergantung pada densitas fluida, penampang aliran, dan kecepatan alirannya.
Sepuluh Selat di wilayah perairan NTB dan NTT yang diperkirakan memiliki arus laut cukup kuat adalah Selat Alas, Selat Sape, Selat Linta, Selat Molo, Selat Flores, Selat Boleng, Selat Lamakera, Selat Pantar dan Selat Alor. Bila dari 1 Selat tadi dapat dipanen energi sebesar 300 MW dengan dengan asumsi jumlah turbin 100 buah masing-masing sebesar 3 MW (turbine farm), maka bisa dihasilkan energi listrik hingga 3000 MW.
Padahal di Indonesia masih cukup banyak Selat yang belum dapat terdeteksi potensin arus lautya, demikian juga dengan sungai yang sangat potensial untuk instalasi turbin arus laut. �Dalam hitungan di atas kertas diduga poetnsi arus laut di wilayah perairan Indonesia menyimpan potensi energi listrik hingga 6000 MW�, kata Erwandi menambahkan.
Untuk itu, BPPT telah mencoba untuk terus melakukan pemetaan secara digital potensi energi arus laut di Indonesia. Pemetaan secara digital ini bertujuan untuk memberikan prediksi awal daerah-daerah yang potensial energi arus lautnya sebelum dilakukan pengukuran secara langsung. Secara teknologi, pihak BPPT telah melakukan ujicoba prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) pada tahun 2009 sebesar 2 kW dan tahun 2011 sebesar 10 kW di Selat Flores NTT.
Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional Dr. Muchtasor, menyatakan bahwa dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) ditargetkan pada tahun 2050 nanti, energi yang di hasilkan dari lautan bisa mencapai 6000 MW. Untuk mewujudkan rencana ini, dibutuhkan adanya sinergi dari berbagai pihak. kegiatan pemetaan potensi, pemilihan teknologi, hingga komersialisasi dan regulasi baik itu pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha dan badan-badan riset yang ada.
Kelistrikan di NTB dan NTB, selama ini lebih banyak dipasok dari sejumlah PLTD sehingga secara ekonomis PLTAL punya nilai tambah untuk menurunkan ongkos produksi listrik di wilayah NTT dan NTB. Disamping nilai ekonomisnya, pengembangan pembangkit dari energi terbarukan akan menjaga kualitas lingkungan. Meski demikian, pengembangan PLTAL di masa depan masih menyimpan beberapa kendala. Diantaranya, nilai investasi yang lebih tinggi dibandingkan pembangkit konvensional serta pemilihan dan pengembangan teknologinya.
Berdasarkan hasil riset yang dikembangkan selama ini, skala PLTAL terbesar adalah prototype 1,2 MW sedangkan skala yang lebih besar diperkirakan baru beroperasi dalam 5 tahun kedepan sehingga tingkat kehandalan pembangkit ini belum memiliki rekam jejak yang cukup.(egenius soda)
Sumber : http://www.floresnews.com/fn1/index.php?view=article&catid=88%3Aekonomi&id=3135%3Apotensi-listrik-di-bawah-laut-ntt-ntb-menjanjikan&tmpl=component&print=1&page=&option=com_content&Itemid=409